Sahardaya

Kusandarkan tubuhku pada kursi yang tak empuk di penerbangan perdana pagi itu
Mataku meruncing menembus setiap kilatan sinar matahari melalui jendelanya.
Aku berharap bisa melihatmu,
tapi tak ada. 
Baru saja kau berkabar, kau melihat ekor pesawatku dari kejauhan.
Pipiku mendadak basah.
Mataku seketika pedih dan memerah. 
Aku menangis dan mencium kaosmu yang kau berikan beberapa jam sebelum kepergianku. 
Aroma tubuhmu menelisik setiap jiwa yang abu, persis seperti awan saat itu. Rasanya, kau datang dan duduk di sampingku lalu kita akan terbang bersama.

Diam-diam aku berpikir tentangmu. 
Diam-diam aku merasakan betapa hangat genggaman jemarimu terhadapku. 
Diam-diam aku tenggelam dalam lembutnya pelukanmu pada tubuhku. 

Tapi, kau tak sedang bersamaku.

Kuputuskan untuk menelpon. 
Kau membalasku parau dan akupun demikian.
Di seberang telepon, kau sesenggukan berharap aku tak pergi. 
Sigap kutenangankan dirimu
Berpura-pura tegar bahwa tanpaku kau akan baik-baik saja. Meskipun aku tau sebenarnya tidak.
Begitu pula denganku. 
Aku akan melaju tinggi
Sebentar saja,
Tapi rasanya seperti lebih dari sewindu aku pergi 


Sungguh, aku ingin tetap di sini.

Komentar

Postingan Populer